Gara-gara Magang Kerja, Gadis Milenial Asal Trenggalek Ini Sukses Menjadi Petani Anggrek, Begini Ceritanya

- Selasa, 28 Maret 2023 | 13:35 WIB
F-Kaki – Fingki saat menyiram tanaman anggrek di rumahnya (angga/memo)
F-Kaki – Fingki saat menyiram tanaman anggrek di rumahnya (angga/memo)
Trenggalek, KORANMEMO.COM - Fingki Dwi Marta (26) warga Desa Slawe Kecamatan Watulimo Kabupaten Trenggalek memilih jalan berbeda dengan generasi milenial lain yang mayoritas enggan berkutat di dunia pertanian.
 
Pilihannya tepat. Meniti karir saat ia magang, bisnis budidaya anggreknya terus berkembang hingga mampu menjamah pasar Nusantara meskipun sempat pasang surut. Indah bunga didapat, apalagi ‘harum’ cuannya.

Menengok perjalanan bisnis Fingki sapaan akrabnya sebagai petani anggrek bukanlah hal yang datang secara tiba-tiba. 
 
Meski tak pernah terbesit sedikit pun dalam pikiran Fingki untuk jadi petani anggrek, namun secara tidak langsung dia sudah memulai mengembangkan bakatnya saat menginjakkan di bangku kuliah, tepatnya saat Fingki mengikuti program magang kerja di kampusnya.

“Tidak pernah terbesit sekalipun menjadi petani anggrek, termasuk saat saya sudah menempuh kuliah di Fakultas Pertanian Universitas Jember hingga datang tugas dari kampus untuk menempuh magang profesi,” kata Fingki ditemui saat beraktivitas merawat anggrek di green housenya.

Saat tugas magang profesi itu, Fingki tengah menempuh pendidikan semester 6 kisaran tahun 2017-an.
 
 
Dia pun kebagian magang profesi di perusahaan anggrek yang ada di Malang selama satu bulan. 
 
Dari situ dia banyak belajar tentang pembibitan, budidaya hingga penjualan. 
 
Tempat magang itulah yang menginspirasinya untuk mengembangkan bisnis anggrek.

“Disaat magang saya iseng untuk ikut menjual anggrek di tempat magang melalui media sosial Instagram. Pada saat itu sepengetahuan saya masih jarang orang menggunakan Instagram sebagai media untuk berjualan, apalagi berjualan anggrek,” imbuhnya.

Rupanya inisiatif yang dia lakukan berbuah manis. Penjualan lewat platform media sosial itu terbilang laku keras.
 
Dia pun mengambil sedikit keuntungan dari harga yang dijual dari tempat dia magang.
 
Dalam kurun waktu sepekan saja ia bisa menabung untuk membantu orang tua dalam membayar biaya kuliah. 
 
Fingki pun tak menyia-nyiakan kesempatan itu.

“Hampir setiap hari saya mengunggah berbagai foto anggrek di Instagram dengan harapan para pelanggan semakin yakin untuk membeli anggrek kepada saya,” ujarnya.
 

Waktu berlalu, magang profesi Fingki telah usai. Kendati demikian, dia sempat meneruskan usahanya berjualan anggrek
 
Namun usahanya tak berjalan mulus sehingga terhenti lantaran terkendala jarak jauh Jember – Malang.
 
 Selain itu, Fingki juga terfokus untuk menyelesaikan studinya di jurusan agribisnis. 
 
Setelah sempat vakum, setahun kemudian setelah lulus dia mencoba melamar kesana kemari untuk mencari pekerjaan.

“Setelah lulus tahun 2018 ternyata susah mencari pekerjaan, apalagi saya perempuan cari pekerjaan di bidang pertanian,” akunya.

Berlatarbelakang pengalaman itu, ia pun bertekad untuk mencoba membudidayakan anggrek bermodal pengalaman saat magang kerja serta modal uang tabungan dari berjualan anggrek sebelumnya.
 
 Dia pun membuat green house senilai Rp 30 juta dan mengembangkan setahun kemudian dengan suntikan modal sekitar Rp 100 jutaan.
 
 Setahun awal, dalam mengembangkan usahanya, dia menggandeng reseller di berbagai daerah agar usahanya semakin berkembang.

“Awal pemasarannya kembali melalui Instagram, kemudian mengembang ke Facebook. Setelah itu banyak sekali pelanggan online sehingga kirim ekspedisi,” kata Fingki.

Menurutnya salah satu lompatan yang sangat ia rasakan adalah dampaknya adanya testimoni dari pelanggannya dari Balikpapan Kalimantan Timur. 
 
Saat itu ada customer dari sana membeli bibit anggrek dengan estimasi waktu tiba 4 sampai 5 hari. 
 
Namun rupanya bibit itu sampai hanya kurun waktu 2 sampai 3 hari dengan kondisi anggrek masih bagus dan segar. Pelanggan itu pun memberikan testimoni positif.

“Saya ingat customer itu belanja Rp 450 ribu anggrek sedling dendro. Kesan positif itu kemudian saya screenshot dan saya unggah di Instagram sebagai bukti bahwa kualitas layanan memang bagus, termasuk untuk pengiriman luar kota,” ujarnya.

Kualitas serta pelayanan yang baik membuat budidaya anggreknya banyak diburu konsumen. 
 
Pesanan pun terus berdatangan. Baik yang berasal dari luar daerah seperti luar Jawa, seperti misalnya Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Sulawesi, Batam hingga Papua. 
 
Selain di pasar Nusantara itu, banyak juga konsumen berasal dari daerah sekitar Trenggalek langsung datang di green house miliknya.

“Yang saya budidayakan ada anggrek bulan, dendrobium, vanda, anggrek tanah, tapi saya di tempat ini yang paling cocok untuk budidaya anggrek dendrobium,” kata dia.
 

Dari sekian banyak, Fingki menyebut pesanan anggrek yang paling banyak adalah jenis dendrobium.
 
Sebab anggrek itu mudah dirawat dan cenderung lebih suka panas selaras dengan tipikal wilayah Indonesia.
 
Semakin panas, anggrek jenis itu semakin sering berbunga dan tumbuh subur.
 
Berbeda dengan perawatan jenis anggrek bulan yang memiliki tingkat perawatan yang berbeda.

“Kalau anggrek bulan ini merawatnya susah. Tapi diminati pelanggan karena bunganya lebih menarik dan kelopaknya lebih besar,” terangnya.

Menurut Fingki, kunci dalam merawat anggrek ada di agro climate atau ketepatan dalam menjaga suhu, kelembaban udara dan yang paling penting adalah pencahayaan. 
 
Dia juga mengaplikasi pupuk serta insektisida dan fungisida kepada anggrek-anggreknya.
 
Namun terlepas hal itu, jika agro climate nya sudah pas, Fingki menyebut hanya disiram air saja dapat tumbuh subur.

“Misalnya di tempat saya untuk dendrobium seminggu cukup dua kali disiram. Pupuknya seminggu dua kali, yang pertama di kasih insektisida lalu yang kedua dikasih fungisida,” jelasnya.

Dari seabrek pelajaran dan pengalaman yang dia dapat, Fingki pun ketiban berkah.
 
Dia ingat, penjualan tertinggi dalam sehari pernah menembus kisaran Rp 5 juta sampai Rp 6 juta dengan modal mulai operasional bibit, karyawan, pemupukan dan lainnya sekitar Rp 2 juta sampai Rp 3 juta.
 
Selain dapat keindahan bunga yang menghiasi rumahnya, dia juga dapat 'harumnya' cuan pundi-pundi rupiah. 
 
Dia pun tak pelit ilmu. Jika ingin belajar soal budidaya anggrek, Fingki mempersilahkan siapa saja untuk datang ke Green House Aulia di rumahnya.

“Kalau dikatakan mahir saya juga belum mahir, karena pengalaman saya ya cuma magang sama jualan ini. Kita belajar bareng,” pungkasnya.

Reporter   : Angga Prasetya
Editor       : Achmad Saichu
 

Editor: Koran Memo

Tags

Terkini

X